Banjarmasin
Banua Tunjukkan Cinta Damai di Tengah Gelombang Aksi

BANJARMASIN, baritobersinar.news – Ribuan massa Aliansi Kalsel Melawan mengepung Gedung DPRD di Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Senin (2/9/2025) menjadi hari yang menegangkan bagi Kalimantan Selatan. Namun dari hiruk-pikuk teriakan dan derap langkah pengunjuk rasa, Banua justru melahirkan sebuah kisah lain demonstrasi yang berakhir dengan damai dan penuh ketertiban.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Kalsel, Firman Yusi, menyaksikan momen itu dari dekat. Legislator yang dikenal tenang dan rasional ini mengaku sudah mendapat banyak peringatan sebelum aksi berlangsung. Telepon dan pesan WhatsApp datang bertubi-tubi dari keluarga, sahabat, hingga tokoh di daerah pemilihannya. Kekhawatiran mereka nyata: di berbagai daerah, aksi serupa berujung ricuh.
“Teman-teman menyarankan agar saya tidak hadir. Mereka khawatir yang terjadi di luar sana akan terulang di sini. Tapi saya percaya rakyat Banua berbeda. Mereka cinta damai. Karena itu saya putuskan tetap hadir menemui massa,” ujar Firman, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Selasa (3/9/2025).
Keputusan Firman bukan sekadar gestur politik. Sebagai wakil rakyat asal Dapil V (HSU, Balangan, Kotabaru), ia memilih berada di tengah rakyat, sekalipun ada risiko. Keberanian itu seolah menjadi taruhan: apakah aspirasi yang digemakan ribuan suara akan membakar amarah, atau justru melahirkan kedewasaan berdemokrasi.
Massa aksi memang menyampaikan tuntutan keras: meminta keadilan untuk ojek daring yang menjadi korban di Jakarta, menolak kebijakan pembentukan Taman Nasional Meratus yang dianggap merugikan masyarakat adat, hingga mendesak reformasi besar di tubuh DPR dan Polri. Namun semua disampaikan dalam bingkai ketertiban.
Di tengah panasnya teriakan, Forkopimda dan legislator Kalsel justru duduk berdampingan dengan para pengunjuk rasa. Tak ada pagar betis aparat yang menakutkan, tak ada gas air mata yang mengusir, tak ada bentrok yang mencederai. Yang ada adalah ruang bersama—meski penuh ketegangan untuk menyampaikan aspirasi rakyat.
Rekayasa lalu lintas di sekitar gedung dewan berjalan tertib. Sekolah-sekolah memang dipulangkan lebih awal sebagai langkah antisipasi, tapi suasana kota tetap terkendali. Semua berjalan dalam ritme damai yang jarang terlihat dalam demonstrasi besar di Indonesia.
Dan ada satu pemandangan yang begitu simbolis: ribuan pengunjuk rasa memungut sampah setelah aksi usai. Seolah ingin menegaskan, mereka datang bukan untuk merusak, melainkan untuk merawat martabat perjuangan. Bagi Firman, kejadian ini bukan sekadar aksi demonstrasi.
Ia melihatnya sebagai pesan kuat yang lahir dari Banua untuk Indonesia. Bahwa aspirasi bisa disampaikan tanpa kekerasan. Bahwa protes tak harus meninggalkan luka. “Alhamdulillah, masyarakat Kalsel menunjukkan cinta damai yang membanggakan kita semua,” tegasnya.
Sejarah mencatat, pada hari itu, ribuan rakyat Banua berdiri tegak di depan gedung wakil rakyat mereka. Mereka berteriak, menuntut, bahkan mengecam. Tapi mereka juga menjaga, merawat, dan menghormati ruang demokrasi yang ada.
Dan di antara mereka, seorang legislator bernama Firman Yusi memilih berdiri di garis depan, bukan untuk melawan rakyat, melainkan untuk menyaksikan bahwa Banua memang setia pada jalan damai. (adv/bbn).